AGAMA DAN MASYARAKAT
Dosen
: Mutiara,S.Ikom
Anggota
:
1. Adelia Pramhesti
//10115105
2. Audi Muhamad //
3. Azis Jamaludin //
4. Raspati Hadjar
Pamungkas //
5. Wiby Bramantyo //
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi semua.
Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 8 Desember
2015
Penulis
PENDAHULUAN
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk
(fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena
tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang
bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan berjudi).
Agar hawa nafsu itu
terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka
potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak
usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
AGAMA
DAN MASYARAKAT
A. AGAMA
1. Definisi
Agama
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian atau definisi agama adalah
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Istilah agama sendiri adalah suatu istilah yang
berasal dari bahasa Sanskerta “āgama” yang memiliki arti “tradisi”.
Pengertian
agama menurut para ahli:
a.
Émile Durkheim definisi
Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan semua penganutnya
dalamsuatu komunitas moral yang di namakan umat.
b.
Prof Dr. M. Drikarya
definisi Agama adalah kenyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang
mengatur danmenciptakan alam dan isinya.
c.
H. Moenawar Chalil
definisi Agama adalah perlibatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam
berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atas
pengakuannya.
d.
Hendro Puspito definisi
Agama adalah sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dan alam semesta yang
berkaitan dengan keyakinan.
e.
Jappy Pellokild
definisi Agama adalah percaya adanya tuhan yang maha esa dan hukum-hukumnya.
FUNGSI
AGAMA DALAM MASYARAKAT
Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting
yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan
pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi,
berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti
pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di
sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber
pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan
sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan
memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu,
di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota
beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah
individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai
sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam
masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya,
seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan
berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup
secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak
berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka
perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara
hatinya.
PENGARUH
AGAMA DALAM KEHIDUPAN
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan
kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supranatural
yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap
segala gejala alam. Kepercayaan beragama yang bertolak dari kekuatan ghaib ini
tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu dan
masyarakat modern yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu
diyakini kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti secara empiric dan
ilmiah.
Ketergantungan masyarakat dan individu pada
keuatan ghaib ditemukan dari zaman purba sampai ke zaman moden ini, kepercayaan
itu diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi kepercayaan keagamaan atau
kepercayaan religius. Kepercayaan terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dalam
antropologi dan sosiologi agama dengan mempercayai sifat sacral pada sesuatu
itu, mempercayai sesuatu sebagai yang suci atau sacral juga cirri khas
kehidupan beragama, adanya aturan kehidupan yang dipercayai berasal dari Tuhan
juga termasuk kehidupan beragama. Semuanya ini menunjukan bahwa kehidupan
beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala universal, ditemukan di mana dan
kapan pun dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Beragama sebagai gejala universal masyarakat
manusia juga diakui oleh Begrson (1859-1941), pemikir prancis. Ia menulis bahwa
kita menemukan masyarakat manusia tanpa sains, seni dan filsafat, tetapi tidak
pernah ada masyarakat tanpa agama (El-Ehwani dalam sharif, 1963:556).
Di samping universal, kehidupan beragama di
zaman modern ini sudah demikian kompleks. Banyak macam agama yang dianut
mamusia dewasa ini. Aliran kepercayaan,aliran kebatinan, aliran pemujaan atau
yang dikenal dalam ilmu social dengan istilah occultisme juga banyak ditemukan
di kalangan masyarakat modern. Kehidupan beragama dewasa ini ada yang dijadikan
tempat penyejuk jiwa dan pelarian dari hiruk pikuk ekonomi dan social politik
sehari-hari, ada pula yang dijadikan sumber motivasi untuk mencapai kehidupan
ekonomi dan social politik, di samping itu kehidupan beragama punya pengaruh
terhadap aspek kehidupan yang lain. Anne Marie Malefijt mengungkapkan bahwa agama
adalah tipe the most important aspects of
culture yang dipelajari oleh ahli antropologi dan ilmuwan social lainnya.
Aspek kehidupan beragama tidak hanya ditemukan dalam setiap masyarakat, tetapi
juga berinteraksi secara signifikan dengan instutusi budaya yang lain. Ekspresi
religius ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia,nilai, moral,system
keluarga, ekonomi, hokum, politik, pengobatan,sains, teknologi,seni,
pemberontakan, perang, dll. Dari apa yang dikemukakan oleh Malefitj adalah
bahwa agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.
Agama atau minimal pendekatan keagamaan adalah
cara yang efektif dalam membentuk kepribadian dan kebudayaan, baik beragama
sebagai system social budaya atau sebagai subsistem yang universal sebagai tipe
penampilan serta penghayatannya dikalangan kelompok-kelompok masyarakat, dari
yang sekedar untuk mencapai kesejukan sampai kepada tidak merasa bersalah tidak
melakukan tindakan terror terhadap masyarakat yang tidak berdosa, menjadikannya
sangat penting dipahami oleh setiap individu dan lembaga yang berurusan dengan
masyarakat.
Terdapat perbedaan kehidupan beragama di
kalangan masyarakat primitive dan masyarakat modern. Dalam masyarakat
primitive, kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan lain;
beragama dan kegiatan sehari-hari menyatu. Beragama merupakan sistam social
budaya. Dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek dari
kehidupan beragama hanya salah satu aspek dari kehidupan sehari-hari.
Geertz mengungkap betapa kompleks dan
mendalamnya kehidupan beragama. Agama tampak tumpang tindih dengan kebudayaan
(Geertz 1992).Kemudian kompleksitas dan luasnya ruang lingkup ajaran agama
dapat dilihat dalam ajaran islam. Sebagai agama wahyu yang terakhir, islam
adalah ajaran yang komprehensif dan terpadu, yaitu mencakup bidang ibadat, perkawinan,
waris, ekonomi, politik, hubungan internasional, dan seterusnya.
Namun dalam fenomena social budaya, dalam
kehidupan umat islam di zaman modern ini, kehidupan beragama menjadi menciut
dalam aspek kecil dan kehidupan sehari-hari, yaitu yang berhubungan dengan yang
ghaib dan ritual saja. Kehidupan beragama umat islam dewasa ini menjadi
subsistem social budayanya. Fenomena penciutan beragama ini karena pengaruh
budaya modernism dan sekularisme. Walaupun pengaruh modernism dan sekularisme
demikian kuat, ia juga menimbulkan gerakan dan aliran keagamaan dalam rangka
melawan dominasi modernism dan sekularisme tersebut, seperti aliran
skripturalis dan gerakan terror. Maraknya aliran kebatinan, occultism, aliran
ekslusif lainnya menjadikan fenomena kehidupan beragama makin kompleks. Semua
ekslusivitas dan kompleksitas kehidupan beragama ini menjadikannya menarik
untuk diteliti secara antropologis. Kajian antropologi terhadap berbagai aliran
ekslusif juga akan menjelaskan akar-akar budaya dari objek yang dikaji, secara
mencoba memahami gejala tesebut dalam konteks budaya yang bersangkutan.
PELEMBAGAAN AGAMA DI INDONESIA
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama.
Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1. Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal
26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2. a. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei
1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia
untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah.
Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan
Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja
Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang
persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia.
Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi
para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI
daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih
aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi
yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang,
sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup
dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
3. Hindu : persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia.
4. Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis
ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4
Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa
Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai
oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5. Konghucu : MATAKIN
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah
organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi
ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di
Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan
dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita
ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi,
Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China
waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara
DIMENSI KOMITMEN AGAMA
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah
pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a.
Dimensi keyakinan mengandung
perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan
teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b.
Praktek agama mencakup
perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan
komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan
mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta
relatif spontan.
c.
Dimensi pengalaman
memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu
orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang
langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun
singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
d.
Dimensi pengetahuan dikaitkan
dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki
informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab
suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.
Dimensi konsekuensi dari
komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan
citra pribadinya.
KONFLIK YANG ADA DALAM AGAMA
Dalam perjalannya
sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai monotheisme menjadi
agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama hampir selalu
menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India, khususnya
Hindu-Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi dari ekses
negative yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha disebarkan dengan
damai namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah pembagian kasta dalam
bingkai caturvarna menjadi masalah utama. Pada awalnya memang pembagian kasta
ini merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang menjadi pemimpin agama, penguasa
dan prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam perjalannya terjadi penghisapan
terutama dari pemimpin agama, prajurit, dan penguasa terhadap rakyat jelata.
Implementasi yang salah dari caturvarna inilah yang diprotes dengan halus oleh
Budha yang pada awalnya tidak menyebut diri mereka sebagai agama, tetapi
berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap sesama mahluk hidup, bukan saja
manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai reaksi dari meluasnya
pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan pembersihan terhadap
pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena ajaran Budha lebih bersifat
egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan buntu, bahkan agama Bundha
sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada agama Hindu, dan mendapat
banyak pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari.
Selain itu unsur konflik yang terbesar
terjadi pula pada pengikut agama terbesar di dunia yaitu Abraham Religions,
atau agama yang diturungkan oleh Abraham, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Tulisan ini hanya membatasi pada penggambaran konflik di antara ketiga agama
tersebut, bukan pada konflik intern dalam masing-masing agama tersebut. Inti
dari agama-agama Abraham ini adalah akan datang nabi terakhir yang akan
menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi masalah utama adalah tidak ada
kesepakatan diantara ketiga agama tersebut tentang siapa nabi yang akan datang
tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum datang nabi terakhir itu, sedangkan
pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi terakhir, lalu
Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi terakhir. Keadaan ini kemudian
semakin diperparah ketika tidak ada pengakuan dari masing-masing agam yang
masih bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya
politik, ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam masalah ini, konflik memang tidak
dapat dielakkan.
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
a. konflik
antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas kitab
suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung pengambaran konflik
yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena
menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri
Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya karena menganggap dirinya
adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus
dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi penjahat kelas kakap pada
waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan
Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke
dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa
kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai
sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel
terhadap ajaran Yesus.
b. konflik
Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam
memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak
Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang
pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya
hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan
budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama
beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu
sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya
berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan
pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada
dan telah mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan
Kota Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan,
Islam kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang
Eropa-Asia pada saat itu.
c. konflik
antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini berawal
dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka
yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca
perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian
malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian
kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu
orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu,
kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah
sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka
memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai
masuk.
b.
MASYARAKAT
PENGERTIAN
MASYARAKAT
Masyarakat Islami adalah masyarakat
terbuka yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan secara
universal, tanpa memandang asal usul suku bangsa dan perbedaan agama.
Dalam
tulisannya, Labib Fardany Faisal mendefinisikan bahwa masyarakat Islami adalah
masyarakat yang dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam, satu-satunya
agama Allah. Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan bertekad
untuk bersungguh-sungguh dalam meniti sirotul mustaqim. Masyarakat yang
didominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan ruhani dan saling
kasihmengasihi.
Masyarakat
Islam menurut Murtadha Muthahhari adalah suatu kelompok manusia yang terjalin
sejak lama dalam suatu tempat dan sistem kemasyarakatannya berpegang pada
kebenaran wahyu Allah. Kebenaran yang dimaksud adalah keadilan, persatuan atas
dasar keimanan, amar ma’ruf nahi munkar dan moralitas.
KAITAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Telah kita ketahui Indonesia memiliki
banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat
dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan
hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai
contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang
sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal
ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil
yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan
semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan
lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam
kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan
yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain.
Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan
yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat
membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita
agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah
sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun
tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak
kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin
masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya
kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu
menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan
di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar
pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secra utuh
(Elizabeth K. Nottingham, 1954) :
a. Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe
ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut agama yang
sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok
keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya :
1. Agama
memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra
mutlak.
2. Dalam
keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi
fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara
keseluruhan.
b. Masyarakat
praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
darpada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam
tiap mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan yang
sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang
meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial,
argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan
kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai
pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna
hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya
merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan
kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman
keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan
masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa
memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-masyarakat-islami-menurut.html
UG Digital Book